SABDA BAHAGIA DI BUKIT: KONSTITUSI KERAJAAN ALLAH

( 19-02-2019 )

Sabda Bahagia di Bukit merupakan 'blue print', gambaran-rencana hidup kita sebagai anak Kerajaan Allah dan para murid Yesus, yang harus kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebab-nya Sabda Bahagia di Bukit merupa-kan Konstitusi Hidup anak Kerajaan Allah. Sesungguhnya, konstitusi bukan melulu berisikan seperangkat peratur-an, melainkan lebih merupakan suatu landasan dan pedoman hidup. 

Pedoman hidup yang benar selalu berisikan: pertama, ajaran kerohanian; kedua, jiwa dan pola hidup; dan ketiga, disiplin hidup.  Oleh karena itu, Sabda di Bukit sebagai Konstitusi secara ke-seluruhan merupakan sarana pem-bentukan karakter hidup sebagai anak Allah agar mampu menjalankan hidup berdasarkan visi dan misi Kerajaan Allah. Artinya, kita diajak untuk membangun kualitas hidup; hidup yang efektif sebagai orang kristen dengan arah hidup yang jelas di tengah-tengah berbagai perubahan, yang justru sering membawa kekaburan dan ketidakmenentuan bahkan kegelapan.

Hidup dalam ketidakmenentuan berarti hidup dalam ketidakjelasan arah, kekaburan nilai tatanan hidup yang bermartabat, baik dalam kualitas relasional, sosial dan personal. Inilah gambaran dunia yang ditandai dan dikuasai oleh kegelapan, kekacauan dan keterpecah-belahan. Dalam situasi seperti ini, Yesus membawa misi yang harus dilanjutkan oleh Gereja, yaitu membangun hidup, baik pribadi maupun bersama berdasarkan kebenaran bukannya dusta-kebohongan, hidup berdasarkan kebaikan bukannya keterpecahan.

Pada dasarnya, hidup dalam kegelapan adalah hidup dalam situasi hati nurani tidak jalan. Akibatnya manusia cenderung hanya melulu mengejar uang, pangkat-kedudukan dan kuasa, serta segala bentuk harga diri dusta. Di sinilah panggilan dan peran kita sebagai pengikut Kristus, pertama-tama menjadi anak-anak terang yang membangun diri sebagai penyebar hidup dan berkat; kedua, merelakan dan menyerahkan diri  untuk diubah oleh Yesus sendiri.

Hidup berdasarkan visi dan misi Yesus ini me-merlukan adanya landasan yang kuat, yang tidak sekadar berasal dari daya-daya terdalam manusiawi belaka, tetapi terlebih dari daya-daya kekuatan Ilahi. 

Sebab kekuatan iblis hanya dapat dilawan dan dikalahkan bersama dengan Allah Bapa, yang siap sedia bertempur, membela anak-anakNya terhadap si jahat. Allah dalam kasih-Nya memberi daya hidup kepada kita, sehingga kita karena kekuatan Allah lewat Roh KudusNya, mampu terus ber-juang melawan si jahat dengan tetap mengenakan daya-daya hidup dalam Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, ke-sabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan. (Gal.5:22-23). 

Allah dalam Roh Kudus tidak hanya memberdayakan hidup kita untuk menyebarkan hidup dan berkat, tetapi juga memimpin kita untuk selalu haus akan kebenaran, dengan  membuang sikap gila hormat, yang dapat mengakibatkan saling mendengki dan dengan demikian hidup dalam dusta dan kekerasan. "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga". Lewat sabda-Nya, Yesus mengajak kita untuk berani menjadi pencinta kebenaran, artinya berkat daya belas kasih yang berasal dari Allah, kita berani menjadi saksi kebenaran, apa pun resikonya.

Menjadi pencinta dan saksi kebenaran mau tidak mau akan dituntut untuk menjadi pembela kebenaran yang akan berhadapan dengan kekuatan dusta dan kebohongan.  Dengan sabda "Berbahagialah  kamu jika karena Aku, kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat" (Mat.5:11) Yesus sendiri mengalami perlawanan dusta, seperti yang digambarkan dalam kisah sengsara-Nya. Perlawanan dusta memuncak pada keyakinan bahwa pembela kebenaran diperlakukan sebagai penyesat. Namun Yesus tetap gigih dalam membela kebenaran, membela para pengikut-Nya, membela umat manusia, sekalipun Yesus harus membayar dengan sengsara dan kematian-Nya di salib. Di sinilah sesungguhnya letak kebahagiaan sejati dalam kehidupan kristen. Berani berkoban membela kebenaran karena didasarkan pada pedoman hidup rohani yang  mendalam, berkualitas dan bermakna serta jelas arahnya.  

Saudaraku, bagaimana dengan gambaran dan rencana hidup Anda sendiri sebagai orang Kristen? Apakah arah hidup Anda sudah jelas sebagai pengikut Yesus? (Hd.)