Sepeninggal Paus Fabianus pada tahun 250, Takhta Suci mengalami kekosongan ke-pemimpinan. Masalah-masalah yang menyelimuti Gereja terus saja meningkat. Akhir-nya pada tanggal 25 Maret 251 kekosongan itu terisi lagi oleh terpilihnya Cornelius sebagai Paus.
Cornelius lahir kira-kira pada awal abad ke-3 di Roma. Ia seorang imam yang saleh dan bijaksana. Namun terpilihnya dirinya sebagai Paus tidak menyelesaikan semua masalah yang melanda Gereja. Gereja terus saja dirongrong baik dari luar maupun dari dalam. Pihak kekaisaran terus melancarkan aksi penganiayaan yang mengakibatkan banyak orang Kristen murtad dari imannya. Dalam tubuh Gereja sendiri, banyak imam baik yang di Roma maupun di Afrika bersikap keras terhadap orang-orang yang murtad itu. Di bawah kendali Novatianus, imam-imam itu mengajarkan bahwa tak seorangpun yang telah menyangkal imannya dapat diterima kembali dalam persekutuan Gereja Kristus, meskipun mereka membayarnya dengan sesal dan tobat yang mendalam serta denda yang besar. Ajaran ini dimaksudkan untuk melindungi tata tertib Gereja, namun secara tidak sadar justru bertentangan dengan asas-asas Injil Kristus.
Terhadap ajaran Novatianus, Paus Cornelius tidak segan-segan bertindak. Ia segera memanggil semua uskup untuk mengadakan konsili guna membahas ajaran dan sikap Novatianus dkk. demi tegaknya kemurnian ajaran Injil suci. Semua uskup yang hadir dalam konsili itu mengutuk ajaran Novatianus dan mencapnya seba-gai bidaah. Hal itu didasarkan pada sikap Kristus sendiri yang datang bukan untuk memanggil orang-orang saleh melainkan untuk memanggil orang-orang berdosa.
Sepeninggal Kaisar Gayus Decius, keadaan Gereja bertambah genting. Kaisar baru Gayus Vibius Trebunianus Gallus terus melanjutkan pengejaran terhadap umat Kristen. Atas perintahnya, Paus Cornelius ditangkap pada tahun 253 dan dibuang ke Civita Vecchia, sebelah Utara kota Roma. Dari tempat pembuangannya, Cornelius tetap menyurati sahabatnya Siprianus, Uskup Kartago untuk meneguhkan hatinya dalam memimpin umatnya.
Akhirnya Cornelius meninggal dunia di tempat pembuangannya sebagai akibat dari penderitaan hebat yang dialaminya. Jenazahnya dibawa kembali ke Roma dan dimakamkan di pekuburan Santo Kallistus. Pestanya: 16 September. (Ursula)