BERTUMBUH DALAM IMAN, HARAPAN DAN KASIH

( 18-07-2018 )

     
     
Setiap manusia, pasti menginginkan kesehatan, keselamatan dalam hidupnya. manusia rela melakukan apa saja supaya sehat dan selamat. Hal ini pula yang juga dicari dan diupayakan oleh kepala rumah ibadat dan perempuan yang menderita pendarahan, sebagaimana yang kita dengarkan dalam bacaan Injil hari ini (Mrk 5:21-43).
Pencarian dan usaha untuk selamat ini sesuai dan nyambung dengan kehendak Tuhan, sebagaimana ditegaskan dalam bacaan pertama. “Allah tidak menciptakan maut, dan Ia pun tidak bergembira kalau makhluk yang hidup musnah binasa. Sebaliknya, Ia menciptakan segala sesuatu supaya ada dan supaya makhluk-makhluk jagat menemukan keselamatan” (Keb 1:13-14).
Kesehatan, keselamatan, dan kehidupan, di satu sisi merupakan anugerah Tuhan. Tuhanlah sang empunya kehidupan. Dialah pemilik hidup kita yang sesungguhnya. Tuhan pulalah sang sumber keselamatan dan sang penyelamat bagi kita. Dengan usaha kita sendiri, kita tidak mungkin selamat.
Namun, di sisi lain, kita juga harus mengupayakan, menjaga, dan memeliharanya. Kita tidak bisa hanya pasif dan tidak berbuat sesuatu atau malah berbuat seenaknya sendiri karena semuanya sudah dijamin oleh Tuhan. Bacaan kedua mengingatkan kita akan pentingnya upaya-upaya saling menyelamatkan. “Hendaklah sekarang ini, kelebihanmu mencukupkan kekurangan orang-orang kudus” (2Kor 8:14). Kita masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kalau kelebihan dan kekurangan itu kita hayati dalam kasih, yakni dengan saling menolong, melengkapi, dan mencukupkan, maka keselamatanpun  akan terjamin.
Selain menekankan mengenai pentingnya usaha-usaha untuk saling menyelamatkan, ada hal yang tidak kalah penting, yaitu iman dan pengharapan. Kedua hal inilah yang sungguh-sungguh dihayati oleh kepala rumah ibadat dan perempuan yang menderita pendarahan, sebagaimana dikisahkan dalam bacaan Injil.
Didasari dan didorong oleh iman dan pengharapan yang besar kepada Tuhan, kepala rumah ibadat, yang anak perempunannya sedang sakit, datang kepada Yesus dan tersungkur di depan kaki-Nya serta memohon dengan sangat agar Tuhan menyembuhkan anaknya. Kepala rumah ibadat itu menghayati imannya dengan datang kepada Tuhan, tersungkur (merendahkan diri) di hadapan-Nya, dan memohon kepada Tuhan agar anaknya disembuhkan. Ketika ada orang yang mencoba melemahkan imannya, Yesus mengatakan, “Jangan takut, percaya saja”. iman dan pengharapan kepala rumah ibadat itulah yang membuahkan kesehatan, keselamatan, dan kehidupan bagi anak perempuannya.
Demikian pula dengan wanita yang sudah 12 tahun menderita pendarahan. Didasari dan didorong oleh iman dan pengharapannya yang kuat, ia mendekati Yesus dan menjamah jubahnya, kemudian juga tersungkur di depan Yesus dan menceritakan dengan tulus apa yang dialami dan diimaninya. Perempuan itu menghayati imannya dengan mendekati Yesus dan menjamah-Nya. Lagi-lagi ditegaskan bahwa iman perempuan itu telah menyelamatkannya.
Melalui bacaan-bacaan hari ini, kita mendapatkan teladan penghayatan iman dan pengharapan yang luar biasa. Kita juga mendapatkan jawaban atas kerinduan dan upaya kita untuk selamat dan bertahan hidup, baik di dunia ini maupun di kehidupan yang mendatang nanti. Tuhanlah yang menciptakan kita dan Ia menghendaki agar kita semua selamat. Maka, kita harus menggantungkan kerinduan dan usaha kita untuk selamat itu kepada Tuhan dengan beriman dan berpengharapan pada-Nya. Kita menghayati iman dan pengharapan kita itu dengan cara datang dan mendekati Tuhan yang lebih dulu datang dan mendekati kita.
Sabda Tuhan pada hari ini memanggil kita untuk menghayati hidup sebagai orang yang dibaptis dan dikaruniai iman, harapan dan kasih. Iman membuat kita senantiasa tertuju kepada-Nya. Iman itu laksana akar sebuah pohon yang memberi kekuatan supaya pohon itu tetap tegak berdiri. Harapan adalah anugerah Allah bagi setiap pribadi untuk tetap berpegang pada Tuhan. Harapan itu ibarat daun pohon rindang. Kasih adalah kebajikan yang membuat manusia menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari Allah sendiri. Kasih laksana bunga pohon yang nantinya menghasilkan buah. Mari kita menerima hidup baru dari Tuhan yakni hidup dalam iman, harapan dan kasih.
Sabda Tuhan juga membuat kita bertumbuh dalam rasa solidaritas dengan sesama manusia. Allah begitu solider sehingga melalui Yesus, Ia memberi hidup baru kepada umatNya. Mereka yang sakit disembuhkan, yang mati dibangkitkan. Solidaritas Allah ini hendaknya menjadi pengalaman kita dalam membangun relasi dengan sesama lain. Maka pertanyaan refleksi bagi kita adalah apakah kita juga memiliki kepekaan dan kepeduliaan terhadap sesama kita yang sakit, miskin dan kurang diperhatikan? Apakah dalam membantu sesama kita selalu membuat perhitungan-perhitungan tertentu?
Fr. Diakon Ign. Novan Agestyo, CM