Pada zaman kuno, umat di Roma tidak mengenal doa 'Jalan Salib', tetapi hanya kotbah dan renungan mengenai kisah sengsara. Menurut sejarahnya, doa 'Jalan Salib' lahir pada abad ke XIV di Yerusalem. Doa 'Jalan Salib' dikenal sebagai bentuk kebaktian rakyat yang muncul berkaitan dengan kebiasaan umat untuk mengikuti ziarah perjalanan ke Yerusalem bersama kelompok Fransiskan.
Banyak orang datang dari jauh ke Yerusalem untuk berziarah ke tempat Yesus hidup, wafat, dan bangkit. Mereka menempuh jalan yang sama seperti yang dilalui Yesus, sambil merenungkan ayat-ayat Injil yang bersangkutan, dan renungan-renungan lain dari Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sambil berdoa. Dari situlah muncul istilah 'perhentian-perhentian' jalan salib.
Para pelaku pertama 'Jalan Salib' mengatakan bahwa perhentian-perhentian 'Jalan Salib' yang ada sekarang ini ditambahkan sedikit demi sedikit. Empat perhentian terakhir - 'Yesus disalibkan'; 'Yesus mati di salib'; 'Yesus diturunkan dari salib' ; dan 'Yesus dimakamkan' - murni berasal dari Kitab Suci. Sedangkan perhentian -'Yesus berjumpa dengan Maria' ; 'Yesus ditolong Simon dari Kirene' ; 'Yesus menasehati wanita-wanita yang menangis'- baru muncul pada akhir abad XIII dan awal abad XIV. Perhentian -'Veronika mengusap wajah Yesus' - muncul kemudian pada abad XV. Kurang jelas kapan munculnya dua 'kejatuhan' pertama Yesus, begitu pula perhentian - 'Yesus dihukum mati yang dijatuhkan oleh Pilatus'; dan 'Pakaian Yesus ditanggalkan'.
Keempat belas perhentian 'Jalan Salib' seperti yang ada sekarang ini baru terbentuk sekitar abad XVI di Yerusalem. Dan pada tahun 1731, doa 'Jalan Salib' ini ditetapkan secara resmi oleh Paus Clemens XII, serta mengijinkan para pastor mendirikan perhentian-perhentian 'Jalan Salib' di gereja-gereja mana pun juga. Sejak itu pula, dinding gereja-gereja diberi gambar atau simbol ke-14 perhentian itu untuk keperluan doa 'Jalan Salib' umat. Praktek doa 'Jalan Salib' ini meluas di seluruh dunia barat, khususnya Eropa Utara. Sebab, pada kenyataannya banyak orang tidak sempat ikut berziarah ke Palestina. Maka, mereka mengadakan 'ziarah jalan salib Yerusalem' itu di-tempatnya masing-masing dengan bantu-an teks, serta gambar-gambar (dalam buku, lukisan, dan patung). Mereka membayangkan berada di Yerusalem pada hari Jumat Agung, dan mengikuti Yesus sebagai seorang beriman, bukan seperti serdadu Romawi atau pembesar Yahudi, atau para rasul yang malah sembunyi, tidak berani menghadiri 'Jalan Salib' Kristus karena takut.
Doa 'Jalan Salib' sendiri diakui Gereja Katolik sebagai salah satu bentuk devosi yang bersumber dan mengarah pada liturgi Jumat Agung - memperingati misteri sengsara dan wafat Tuhan. Namun devosi bukanlah liturgi, karena itu devosi doa 'Jalan Salib' tidak dimasukkan secara resmi dalam liturgi Jumat Agung. Namun demikian, bila devosi doa 'Jalan Salib' ini, benar-benar didoakan secara serius dapat membantu mengembangkan kehidupan iman kita dalam menghayati misteri penderitaan dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus yang memanggul salib-Nya menuju penyaliban ke puncak Kalvari, yang disebut Golgota, artinya 'tempat tengkorak'. Jadi lewat devosi doa 'Jalan Salib' ini akhirnya kita dapat semakin menyadari makna misteri penebusan Kristus. Oleh karena itu, dalam masa Prapaskah seperti saat ini, doa devosi 'Jalan Salib' sangat dianjurkan. Hari Jumat Agung tentu saja merupakan saat yang paling tepat untuk melakukan doa 'Jalan Salib' ini.
Dalam arti tertentu, penderitaan orang Kristen karena imannya kepada Kristus boleh dipandang sebagai 'jalan salib' juga, sebab di sana mereka berjalan bersama Kristus yang memanggul salib untuk melaksanakan kehendak Bapa bagi penye-lamatan dunia. Dengan pengertian ini, kita semakin terbantu, bagaimana seharusnya mengikuti Yesus dengan rela dan setia memikul beban salib kehidupan sehari-hari.
Saudaraku, mari kita gunakan sebaik mungkin masa Prapaskah ini dengan lebih serius memper-siapkan hati dan budi lewat doa 'Jalan Salib'. (Hd)