Setiap awal tahun, pada tanggal 1 Januari, Gereja selain meraya-kan 'Hari Perdamaian Dunia' juga merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria, Bunda Allah. Hari raya ini mengingatkan kita akan ajaran bidaah (ajaran sesat) tentang Kebundaan Ilahi Maria, yang muncul pada abad ke-lima. Pokok ajaran bidaah yang menyesat-kan ini mengatakan 'Maria memang Bunda Yesus, tetapi bukan Bunda Allah.'
Dalam Konsili Efesus pada tahun 431, ajaran bidaah yang menyesatkan ini dikutuk. Konsili Efesus saat itu tetap dengan teguh mempertahan-kan ajaran yang benar, yaitu bahwa 'Maria adalah Bunda Allah (Theotokos), karena Yesus Anaknya adalah sungguh-sungguh Allah.' Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah ditetapkan oleh Paus Pius XI pada hari ulang tahun ke-1500 Konsili Efesus tersebut.
Pada kesempatan Hari Raya Santa Perawan Maria, Bunda Allah ini, ada baiknya kita merenungkan makna nubuat nabi Yesaya:
‘Sesungguhnya seorang perempuan muda meng-andung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia, Imanuel’ (Yesaya 7:14).
Dan makna salam Elisabeth kepada Maria yang mengunjunginya:
‘Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini, sehingga ibu Tuhan-ku datang mengunjungi aku?’ (Luk 1: 42-43).
Jadi apabila hari ini Gereja merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah berarti kita juga mengakui Yesus sebagai ‘sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh Manusia’. Kemuliaan Maria sebagai Bunda Allah adalah cerminan kemuliaan Anaknya, yaitu Yesus, Tuhan dan Penebus umat manusia.