AKULAH KEBANGKITAN DAN HIDUP

( 01-04-2017 )

Dalam Bacaan I Nabi Yehezkiel melukiskan keadaan bangsa Yahudi yang terbuang dan terjajah di Babilonia. Dalam abad keenam sebelum Kristus, situasi dan kondisi keadaan mereka digambarkan bagaikan kubur-kubur. Namun Allah menghidupkan mereka kembali dan membawa kembali ke tanah airnya.
Dalam Injil Yohanes hari ini mewartakan kabar gembira kepada kita, bahwa apabila kita seperti Marta dan Maria percaya kepada Yesus, akan dibangkitkan kembali dari kematian kita, baik yang badani maupun yang rohani.
Ceritera pembangkitan kembali Lazarus merupakan puncak tanda-tanda kesungguhan Yesus sebagai Almasih, sebagai pemberi dan penyelamat hidup. Peristiwa itu terjadi tak lama sebelum kemudian Ia sendiri diadili dengan hukuman mati oleh orang-orang yang menolak Dia sebagai Penyelamat Sejati.
Mengapa Yesus tidak langsung datang mengunjungi Lazarus ketika Ia mendengar sahabat yang dikasihi-Nya itu sakit bahkan sudah mati. Baru beberapa hari kemudian Ia datang. Kita sendiri heran, menghadapi teka-teki hidup manusia. Mengapa? Suatu ironi bahwa Yesus yang datang untuk memberi hidup, tak lama kemudian harus mengalami kematian, bahkan kematian di salib! Teka-teki itu dijawab jelas dengan fakta lain: pembangkitan Lazarus dan kebangkitan Yesus sendiri!
Kepada Marta Yesus menegaskan: “Akulah kebangkitan dan hidup. Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun sudah mati, dan setiap orang yang percaya kepada-Ku tidak akan mati selama-lamanya” (Yoh 11:25). Kemudian Ia bertanya: “Percayakah engkau akan hal ini?”
Pertanyaan Yesus kepada Marta itu sekarang pun ditujukan kepada kita. Bukankah sekarang pun kita jawaban Marta harus merupakan jawaban kita?: “Ya, Tuhan, kami pun percaya, meskipun kami menghadapi hidup penuh keragu-raguan dan ketakutan dalam kegelapan hati dan pikiran. Kami percaya kepada-Mu, sebab Engkau memiliki dan menyampaikan sabda-sabdaMu tentang kehidupan kekal. Kami ingin tetap percaya kepada-Mu, karena Engkau menganugerahkan kepada kami suatu harapan penuh kepastian akan hidup sesudah hidup kami sekarang ini. Suatu hidup yang utuh dan otentik di dalam Kerajaan-Mu penuh terang dan damai”.
Namun kita harus berani mengakui, bahwa kita seperti Marta dan Maria berkali-kali mengungkapkan kata-kata atau keluhan yang pahit dan kehilangan harapan ini: “Tuhan, seandainya Engkau ada di sini” (Yoh 11:32), ibu atau bapaku, ataupun saudaraku bahkan sahabat-sahabatku pasti tidak akan begitu mendadak atau meninggal di luar dugaan kami”. Tetapi dalam Injil hari ini Yohanes berkata: “Ketika Yesus melihat Maria menangis..., maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu” (Yoh 11:33). Maka tertulis juga selanjutnya: “ Maka Yesus menangis”! Inilah kiranya secara sangat singkat namun sangat kena terlukiskan kabar gembira pesan Injil Yohanes tentang Yesus sebagai Penyelamat kita!
Dalam Injil hari ini, Yesus menunjukkan kepada kita, Allah adalah seorang pribadi yang bersatu dengan kita dalam penderitaan, kesedihan, dukacita bahkan kematian! Allah yang menangis bersama kita. Allah bukan datang menghilangkan bencana, kesukaran dan penderitaan dan kesengsaraan hidup. Seandainya Allah datang langsung menyingkirkan segala bencana dan kesukaran hidup, maka Ia hanya tampil bagaikan seorang “Allah mesin” (deus ex machina). Jikalau demikian, bahwa agama dan iman kepercayaan kita akan sekadar merupakan suatu bentuk kekuatan magis, ibarat suatu pertunjukan sulap belaka. Timbul pertanyaan: Di manakah Allah hadir di tengah bencana dan kesengsaraan manusia? Allah sungguh hadir di tengah segala sesuatu, gembira di dalam apa yang menggembirakan, tetapi juga bahkan ibaratnya justru di mana ada kesesangsaraan dan kematian, di situlah Allah menangis! Ia adalah Allah kita, yang selalu berada dan hadir bersama dengan kita di tengah segala kancah dan situasi hidup kita, begitu solider dan manusiawi. Kita disadarkan bahwa kemuliaan dan keluhuran Allah kita itu justru menjadi nyata dalam kesediaan Putera-Nya sebagai Sabda Ilahi-Nya menjadi daging manusiawi: inkarnasi yang berarti Allah menjadi manusia dalam segala kondisi hidupnya, kecuali dosa.
Saudaraku, kita harus sadar bahwa kematian kita bukan hanya kematian badani, tetapi inilah yang justru mudah dilupakan manusia, yakni kematian rohani! Kita harus juga dibangkitkan dari kematian rohani! Hati dan batin banyak orang mati karena mengalami situasi hidup, yang menyedihkan, merasa tak mampu mengatasi aneka kesukaran yang dialami, kehilangan harapan, tak melihat terang dalam kegelapan dalam hidupnya. Kita semua harus pula menyadari kebutuhan mutlak untuk bangkit kembali untuk hidup lagi penuh harapan. Yesus berkata: “Akulah kebangkitan dan hidup!” (Yoh 11:25). “Percayakah engkau akan hal ini?” (Yoh 11:26). Amin. (Hd)