GARAM DAN TERANG

( 16-03-2017 )

    Dalam Tahun Liturgi A yang kini kita ikuti, sabda Allah yang disampaikan kepada kita dalam perayaan Ekaristi diambil dari Injil Matius. Dalam Injil Matius ini Bab 5-7 disebut “Khotbah di Bukit”, yang menampung ajaran-ajaran baku Yesus bagi setiap orang yang ingin menjadi murid-Nya sejati. Hari ini kita ajak mendengarkan Injil Mat 5:13-16 di mana Yesus bersabda: “Kamu adalah garam dunia” dan “Kamu adalah terang dunia”. Marilah kita berusaha memahami apa arti kehendak Yesus, supaya kita sebagai Gereja menjadi garam dan terang bagi dunia kita ini.
   Sejak dahulu garam merupakan kebutuhan baku untuk hidup manusia. Garam memberi rasa lezat, selera untuk makanan. Juga memiliki daya untuk memelihara lama atau mengawetkan sesuatu. Bahkan garam menimbulkan suatu kehausan akan sesuatu yang lain lagi. Kenyataan konkret sehari-hari inilah yang dipakai Yesus untuk menyampaikan syarat yang harus dimiliki murid-murid-Nya, untuk meneruskan Kabar Gembira kepada dunia masyarakat mereka sebagai santapan yang lezat, disukai orang, terpelihara secara utuh, dan supaya mereka ingin meneruskan rasa haus, mencari dan menemukan ajaran-ajaran-Nya sebagai makanan yang lezat dan berguna.
     Garam yang begitu diperlukan bagi hidup manusia itu juga digunakan untuk tujuan lain, misalnya secara simbolis dipakai pada upacara perjanjian dan upacara keagamaan. Misalnya: “Dalam setiap persembahanmu yang berupa korban sajian haruslah kaububuhi garam, janganlah kaulalaikan garam perjanjian Allahmu dari korban sajianmu; beserta segala persembahanmu haruslah kaupersembahkan garam “ (Im 4:23). Bahkan ada istilah “perjanjian garam “ (Bil 18:19). Perjanjian garam ini berarti suatu hubungan/relasi yang menetap, dan makan garam bersama orang lain berarti memasuki ikatan setia satu sama lain. Itulah yang dimaksudkan oleh Yesus dalam Injil-Nya: “Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain”. Mengapa? Jawabnya: “Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? “ (Mrk  9:30).
   Timbul pertanyaan: apa artinya bahwa garam bisa menjadi hambar atau kehilangan rasa asinnya? Bagi kita sekarang ini, garam selalu tetap terasa asin dan tidak hambar! Di zaman Yesus, garam tidak dibuat dan dimurnikan dari unsur-unsur campuran seperti garam kita sekarang. Karena tercampur dengan unsur-unsur lain, rasa garam itu berubah dan bisa kehilangan rasa khususnya. Sifat garam inilah yang dipilih Yesus untuk menggambarkan sifat orang bila menjadi murid-Nya: tetap setia atau tidak setia sebagai murid Yesus! Dengan perumpamaan tentang garam di zaman-Nya itu Yesus menunjukkan pelbagai sikap khas setiap orang yang ingin menjadi murid Yesus sejati. Secara singkat: murid Yesus sejati harus tahu kapan dan bagaimana ia harus mengubah sikap hidupnya, apabila “masakan hidangan ajaran Yesus” terasa olehnya hambar dan tidak cocok lagi dengan seleranya sendiri. Ia harus tahu dan mau berusaha mempertahankan dan memupuk kembali hidupnya menurut iman, apabila makin bertentangan dengan “rasa” injili/alkitabiah yang benar. Ia harus setia dan loyal/taat akan janjinya dengan Tuhan melalui baptis dan penerimaan sakramen-sakramen Gereja-Nya. Secara singkat Paulus juga menegaskan, bahwa murid Yesus sejati ialah orang yang “berbicara” (berpikir, bersikap, berkata dan berbuat) sesuai dengan nasihatnya ini: :”Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang” (Kol 4:6).
   Selanjutnya, apa hubungan antara pesan Yesus “Kamu adalah garam dunia” dan “Kamu adalah terang dunia” ? Pertama-tama karena Yesus sendiri adalah Terang Dunia. Karena itu murid-murid-Nya pun harus menjadi terang bagi dunia! Terang mempunyai kiri khusus, yaitu menghilangkan kegelapan! Yakni menghilangkan kejahatan dan dosa, yang dapat timbul dari kebodohan, kertidaktahuan, praduga dan kepentingan diri melulu. Yesus adalah terang, karena wajah-Nya bersinar dan menunjukkan diri seperti ada-Nya, yaitu selalu yang baik! Disinilah kita diajak untuk menjadi teladan para murid Yesus sebagai terang dunia. Seperti halnya juga yang dikatakan oleh Yesaya (Bacaan I): “Terangmu akan merekah laksana fajar” (Yes 58:8; lih ay. 7-10). Jadi yang dimaksudkan Yesus ialah bahwa kita ini dapat berbuat baik terhadap sesama dengan “membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah” (Yes 58:7), “melihat orang telanjang...engkau memberi dia pakaian” (ay.8), “memuaskan hati orang yang tertindas” (ay.10). Apabila demikianlah yang dilakukan murid Yesus, maka seperti dikatakan oleh Yesaya: “terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari” (Yes 58,10).
  Saudaraku, dalam Injil Matius hari ini, Yesus memper-ingatkan kita secara sederhana namun jelas akan keadaan kita sebagai orang yang dibaptis sebagai murid Yesus sejati. Bila ingin menjadi murid Yesus yang sejati, maka kita tak boleh bersikap acuh tak acuh dan pasif sebagai orang beriman. Kita harus ikut mewartakan dan melaksanakan Injil kepada semua orang dengan kata dan perbuatan sebagai garam dan terang bagi dunia, yaitu semua orang dan  di mana pun  kita  berada, hidup  dan  bekerja.  Amin.