ADALAH SEBUAH KEBODOHAN KETIKA KITA MENGEJAR BERKAT, NAMUN MENGABAIKAN TUHAN, SANG SUMBER BERKAT ITU

( 04-08-2016 )

Kaya di hadapan Allah? Sepertinya saat ini orang tidak terlalu memikirkannya. Menurut mereka, kaya secara materiil lebih menarik daripada kaya di hadapan Allah. Bukankah cara pandang ini juga telah mempengaruhi banyak orang Katolik? Kita seringkali tergiur akan harta dan mengira bahwa itu akan mampu membuat kita bahagia. Kita lupa bahwa pada hakekatnya apapun yang kita punya bukanlah milik kita sendiri, tetapi Tuhanlah sesungguhnya Pemilik segala sesuatu yang ada di muka bumi ini. Ayub sendiri sudah mengatakan: ”Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21). Inilah yang seringkali kita lupakan.
Yesus lewat perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh kembali melukiskan bagaimana keterikatan hati manusia akan harta. Dalam Injil ini dipakai kata harta dalam bentuk tanah, lumbung, gandum, dan barang-barang lainnya. Semua ini bisa dibahasakan dengan situasi dan keadaan sekarang ini dengan orang yang memiliki harta yang banyak yang disimpan di bank atau dalam bentuk usaha.
Lalu, pertanyaan sekarang salahkah memiliki harta yang banyak? Sama sekali tidak. Kesalahan yang mau ditunjukkan dalam perumpamaan ini adalah soal keterikatan yang luar biasa pada harta. Artinya orang kaya dalam perumpamaan ini sudah menjadikan harta dunia sebagai tuhannya. Orang kaya itu mengabaikan Tuhan! Dia lebih memilih mamon; ia menipu dirinya dengan merasa yakin bahwa hidupnya sudah memiliki jaminan. Sehingga tidaklah salah apabila kesimpulan dalam Injil mengatakan: orang yang hidup untuk memperkaya diri secara materiil, tetapi tidak kaya di hadapan Allah, ia bersikap bodoh.
Akhirnya, hal terpenting yang mau diajarkan dalam perumpamaan ini adalah ukuran sukses dalam hidup bukan pertama-tama pada banyaknya harta benda yang kita miliki, namun yang terpenting adalah kemanfaatan hidup kita bagi sesama. Itulah artinya menjadi kaya di hadapan Tuhan. Mau berbagi dan tidak egois. Sebab mesti kita sadari lambat atau cepat kita akan meninggalkan dunia ini. Nah… menjadi bahan refleksi bagi kita, apakah kita sudah memperhatikan sesama yang membutuhkan bantuan kita?
Rm. Tetra Vici Anantha, CM