38. Di mana sebaiknya tempat misdinar?
PUMR no.294 menyatakan: “Imam, diakon, dan pelayan-pelayan lain hendaknya mengambil tempat di panti imam”. Liturgi sesuai Konsili Vatikan II memberikan kelonggaran untuk beberapa pelayan tak tertahbis masuk ke panti imam. Jika mengacu pada MinisteriaQuaedam (MQ) no. 336-337, kata “pelayan-pelayan lain” yang tercantum dalam PUMR no. 294 seharusnya dibaca: pelayan-pelayan lain yang erat terpaut pada pelayanan Sabda dan pelayanan Altar yaitu lektor dan akolit yang dilantik. Karena tugas misdinar tidak lain menggantikan tugas akolit yang dilantik, maka misdinar juga mengambil tempat di panti imam. Dengan catatan, tidak semua. Seharusnya yang boleh mengambil tempat di panti imam hanya misdinar yang sungguh-sungguh bertugas dalam pelayanan Altar. Jadi idealnya hanya 2 orang. Para pembawa pedupaan dan pembawa lilin sebaiknya tidak mengambil tempat di panti imam. Hal ini seharusnya juga berlaku pada Misa Hari Raya, hanya 2 orang yang bertugas dalam pelayanan altar yang mengambil tempat di panti imam.
39. Ada kebiasaan di paroki untuk meletakkan kursi misdinar di kiri dan kanan kursi imam dan memberi kursi dengan model yang sama antara kursi misdinar dan imam. Apakah kebiasaan ini tepat?
PUMR no. 310 menyebutkan bahwa kursi imam selebran harus melambangkan kedudukan imam sebagai pemimpinumat dan mengungkapkan tugasnya sebagai pemimpin doa. Oleh karena itu, tempat yang paling sesuai untuk kursi imam selebran ialah berhadapan dengan umat dan berada pada ujung panti imam, kecuali kalau tata bangun gereja atau suatu sebab lain tidak mengizinkannya. Kursi imam selebran sama sekali tidak boleh menyerupai takhta. Kursi diakon hendaknya ditempatkan di dekat imam selebran. Tempat duduk para petugas lain hendaknya jelas berbeda dengan kursi klerus. Dan diatur sedemikian rupa sehingga semua dapat menjalankan tugasnya dengan mudah.
Jadi sebaiknya kalau tidak ada diakon, kursi imam atau kursi pemimpin sebaiknya tersendiri. Jangan didampingi kursi para misdinar. Hal ini untuk menonjolkan makna simbolis dan teologisnya. Kursi para misdinar diatur sedemikian rupa agar menjalankan tugas dengan mudah tidak perlu menghadap ke umat.
40. Bagaimana cara membunyikan lonceng saat Kemuliaan? Sebenarnya, apakah perlu dibunyikan lonceng?
Tidak ada aturan bakunya, karena bunyi lonceng ini fakultatif (bisa dibunyikan bila lazim). Seharusnya, lonceng sepanjang Kemuliaan cukuplah waktu Kamis Putih, Malam Paskah, dan boleh juga Malam Natal. Jangan dilakukan setiap minggu, karena akan melemahkan keistimewaan Tri Hari Suci itu.
41. Apakah tepat jika misdinar membawa lilin sejak bacaan pertama?
PUMR no. 133 mengatakan, jika Evangeliarium terletak di atas Altar, sekarang imam mengambilnya dan membawanya ke mimbar, dengan sedikit diangkat. Waktu pergi ke mimbar imam didahului oleh misdinar yang dapat membawa pedupaan dan lilin bernyala. Semua yang hadir menghadap ke arah mimbar, dan dengan demikian menunjuk-kan penghormatan khusus kepada Injil Kristus.
Kita dapat menyimpulkan bahwa tidak tepat jika misdinar membawa lilin sejak bacaan pertama, karena lilin hanya digunakan untuk pembacaan Injil. Lilin pada liturgi sabda seharusnya ada mulai perarakan Injil dari Altar ke ambo; atau bila Injil sudah ada di ambo, langsung misdinar pembawa lilin berada dekat ambo. Hal ini untuk menekan-kan arti pentingnya Injil dalam liturgi sabda. Pada masa Paskah, jika di sebelah ambo sudah terdapat lilin Paskah, maka misdinarpembawa lilin tidak diperlukan lagi karena fungsi mereka telah digantikan oleh lilin Paskah.
42. Pada saat persiapan persembahan, tepatkah jika ada misdinar (atau petugas pembawa persembahan) yang mengawali perarakan dengan membawa lilin?
Makna dari lilin-lilin dalam perarakan adalah penanda kehadiran Kristus, mengingatkan akan suasana sakral-ilahi. Penggunaan lilin dalam perarakan persembahan ini tidaklah perlu karena bahan-bahan persembahan tersebut belum dikonsekrir (diberkati). Perarakan yang perlu diiringi dengan lilin adalah perarakan benda atau pribadi yang menyimbolkan Kristus sendiri, misalnya: perarakan salib, perarakan Sakramen Mahakudus, perarakan Evangeliarium, dan pembagian Komuni.