Hari ini kita memasuki Minggu pekan suci. Selama pekan suci kita akan diajak mendengarkan dan merenungkan sengsara Yesus Kristus sebelum dia wafat dan bangkit dari kematian. Pekan suci ini kita awali dengan merayakan Minggu Palma. Disebut Minggu Palma karena dalam perayaan ini kita menggunakan daun palma untuk secara rohani mengikuti perjalanan Yesus dalam kesederhanaan-Nya memasuki kota Yerusalem sebagai seorang Raja yang membawa damai. Namun, dalam Bacaan Injil Kisah Sengsara sungguh semuanya terbalik, mereka yang semula mengelu-elukan : “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!”, justru malah berbalik membenci Yesus dan bahkan semua berteriak ‘salibkan dia’. Sama halnya dengan para rasul, juga pergi meninggalkan Yesus dalam sengsara-Nya. Bahkan Petrus sendiri berani menyangkal Yesus bahwa dia tidak mengenal Yesus.
Kitapun seringkali bersikap demikian, satu waktu kita dengan lantang mengatakan bahwa kita percaya kepada Yesus dan mengikuti-Nya ketika kita merasa Ia memenuhi harapan atau mengabulkan doa-doa kita. Namun, dengan gampang pula kita berbalik ‘membenci’ atau meninggalkan iman manakala penderitaan menghampiri kita bahkan mungkin karena harta, jabatan, pangkat dan juga relasi dengan orang lain. Dalam hal ini Gereja hendak mengingatkan kita untuk tetap bersikap rendah hati, berhati-hati dan berjaga-jaga terhadap setan yang setiap saat siap menggoda kita untuk berbuat dosa.
Seorang sutradara film atau drama, novelis, membuat ceritanya bisa dengan happy ending atau bisa juga dengan akhir sedih sesuai dengan kenyataan hidup. Tetapi, Tuhan Yesus sebagai sutradara kehidupan menjadikan sebuah cerita iman dengan akhir bahagia, kemenangan, kebahagiaan, kegembiraan Paskah. Itulah drama penyaliban Yesus!. Kata Yesus, “Tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu.” Jalan salib adalah sebuah pilihan yang diputuskan secara matang oleh Yesus, maka tidak lagi menjadi kesedihan bagi Yesus. Inilah sebuah resiko dari pilihan. Sama halnya seperti seorang ibu yang menangisi anaknya yang masuk jadi pastor. Ia menangis karena anaknya akan hidup sendirian dan menderita. Hendaknya sang ibu tidak perlu menangisi anaknya tapi merasa bahagia karena anaknya telah memilih hidupnya sendiri. Tangisilah dosa-dosa kita karena dosa-dosa itu membuat kita bersedih. Dosa menjauhkan kita dari Tuhan sumber kebahagiaan sejati. Kehadiran Tuhan mendatangkan kebahagiaan. Karena itu, bersama dan dalam Yesus kita bahagia meski harus berjalan memikul salib. Kita selalu punya harapan bahwa perjalanan hidup kita bukan sesuatu yang sia-sia, tetapi suatu perjalanan yang bermakna.
Minggu Palma mesti kita rayakan dalam semangat kasih dan korban bagi Yesus. Kita diajak untuk menyambut Yesus memasuki Kota Yerusalem.dengan melibatkan seluruh diri kita, bukan hanya pakaian kita, apalagi dengan ranting pohon tak bernyawa. ”Marilah kita menghamparkan diri sebagai pakaian di bawah kaki-Nya,” kata St. Andreas dari Kreta.(Frater)