Kita semua tanpa kecuali menerima hidup kita lewat rahim ibu. Sifat Allah yang paling utama adalah maharahim, maksudnya Allah itu pertama-tama mempunyai belaskasih yang menghidupkan. Sebagai citra (gambaran diri) Allah, maka sepantasnya rahim juga menjadi sifat manusia yang paling dasar. Namun kenyataan dewasa ini menunjukkan yang sebaliknya. Betapa mudah orang menghilangkan nyawa orang lain karena sembrono (sopir), karena emosi marah, bahkan juga karena agama. Betapa mudah, bahkan dalam keluarga atau sekolah orang saling menyakiti dengan kata-kata yang kejam (Mat 5:22). Semua itu menunjukkan hilangnya kerahiman atau belaskasih yang menghidupkan dalam dunia manusia.
Bagaimana manusia dapat memperoleh kembali kerahimannya? Tentu dengan kembali kepada Allah sebagai Bapanya, dan mengalami kerahiman Allah yang mengampuni dan menerima kita seperti anak yang hilang itu (Luk 15: 11-26). Dengan kata lain kita perlu datang kepada Allah Bapa kita dalam Sakramen Tobat. Mungkin kita tak merasa melakukan banyak kejahatan, tapi sudah lama kita enggan merasakan kerahiman Allah Bapa dalam doa yang sungguh-sungguh. Mungkin belum pernah kita sungguh mendengarkan sapaan kasih Bapa dalam Kitab Suci. Tanpa perjumpaan dengan Allah Bapa yang maharahim, kita manusia akan mengalami kekeringan dalam kasih sejati.
Bagaimana kita manusia dapat mengamalkan kerahiman? Ya dengan datang kepada Yesus, wajah belaskasih Allah bagi kita manusia. Kita datang kepada Yesus sebagai murid untuk belajar bagaimana mengamalkan kerahiman dalam hidup sehari-hari. Kita perlu membaca dan merenungkan Injil setiap hari, hidup dari injil, agar kita dapat merasakan sukacita injil karena berjumpa dengan Yesus, dan mengikuti Dia, hidupNya bersatu dengan hidup kita, hidup kita bersatu dengan Dia. Dan ini diteguhkan tatkala kita menerima tubuh Kristus dalam komuni kudus.
Dalam dunia yang tak mengenal belaskasih kita membutuhkan Gereja, persekutuan saudara-saudari seiman yang pertama-tama harus mengamalkan belaskasih Allah. Dalam persekutuan Gereja, sebagaimana para rasul kita juga akan menerima Roh Kudus. Roh Kudus yang menjiwai kita untuk menyatakan kerahiman Allah dalam hidup kita sehari-hari (Kis 2:1-12). Jika setiap kita masing-masing merasakan urapan Roh Kudus, tentu Gereja juga akan memancarkan belaskasih Allah yang menghidupkan itu, terutama kepada mereka yang miskin dan tak berdaya (Luk 4:18)
Hidup dalam persekutuan iman, berarti hidup dalam persekutuan dengan Bunda Maria dan Para Kudus. Kita dapat mengenang dan meneladan mereka, dengan membaca riwayatnya, terutama santo santa pelindung kita. Riwayat hidup mereka yang heroic dalam menyatakan belaskasih Allah membuat kita juga tak gampang lelah atau putus asa dalam menghayati dan menyatakan kerahiman Allah. (sad budi)