Sarbel Maklouf adalah seorang rahib Gereja Maronit Libanon, yang dijuluki 'Bapa Kami' oleh orang-orang Libanon, baik Kristen maupun Islam.
Pada tahun 1822, para rahib Maronit membangun biara Maron d'Annaya yang terletak di pegunungan Libanon. Tiga puluh tahun kemudian, Sarbel Maklouf, seorang petani dan gembala miskin berusia 23 tahun datang dan diterima di biara itu. Ia lalu belajar teologi dan giat membantu di paroki, menolong dan menghibur umat yang sedang susah dan menderita serta membagi pengetahuannya yang sangat luas tentang rempah-rempah dan aneka tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Karena itu ia segera terkenal diantara kaum Badui,petani-petani miskin di pegunungan, orang-orang Kristen dan Muslim. Setelah ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1859, ia tetap seorang rahib yang rendah hati, sederhana, dan suka menolong.
Dua puluh tiga tahun terakhir hidupnya, ia bertapa di puncak gunung Annaya. Ia tekun berdoa, selalu sendirian dan bekerja keras di kebun serta tidak banyak bicara. Ia hanya makan sekali sehari dan itupun tidak sampai kenyang. Tubuhnya hanya dibelit selembar kain untuk melawan panas dan dinginnya udara yang tidak kenal kompromi. Suatu hari halilintar menyambar kapelnya dan mengoyakkan jubah yang dikenakannya. Namun aneh, Sarbel yang sedang berdoa itu tidak terkena sedikitpun dan terus berdoa dengan tenang.
Pastor Sarbel wafat pada tanggal 16 Desember 1898. Jenazahnya diletakkan di atas dua lembar papan dan dimasukkan ke dalam lubang yang dipahat pada batu karang dan ditutup dengan batu. Orang-orang Badui dan Pastor Elie Abi-Ramia, imam Maronit yang berusia 97 tahun, menyaksikan peristiwa ajaib: dari makam Sarbel terpancarlah berkas-berkas cahaya biru selama 45 hari penuh setelah penguburannya. Selain itu, makam Sarbel selalu mengeluarkan peluh keringat. (hingga tahun1927). Tahun-tahun berikutnya, makam itu menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi dan banyak mujizat penyembuhan terjadi.
Atas perintah Vatikan, dilakukanlah penyelidkan atas jenazah rahib saleh itu. Ternyata, meskipun sudah 68 tahun dikuburkan, jenazah Sarbel masih dalam keadaan utuh. Ketika jenazah itu diiris sedikit dengan pisau, keluarlah darah dan terus mengalir seperti orang yang masih hidup meskipun warna darah itu hitam.
Setelah melalui berbagai penyelidikan yang mutakhir, akhirnya Sarbel digelari 'kudus' oleh Paus Paulus VI (1963-1978) pada tanggal 5 Desember 1965 di Basilik St. Petrus, Roma. Hingga sekarang tempat tinggal semasa hidup dan makam Sarbel Maklouf menjadi tempat ziarah terkenal di Libanon dan dikunjungi banyak orang dari berbagai penjuru dunia baik Kristen maupun Islam dan Yahudi, terlebih orang-orang Badui setempat. Pestanya: 26 November. (Ursula)