Apa perbedaan antara seorang penggembala domba dan penggembala bebek? Dua-duanya punya tanggungjawab menggembalakan binatang piaraan. Meskipun sesama penggembala, mereka memiliki keunikan yang bisa disharingkan satu sama lain. Apa perbedaan yang mencolok diantara keduanya.
Pertama, penggembala domba menggembalakan domba-dombanya dari depan. Maka, semua binatang itu mengikutinya dari belakang; sementara penggembala bebek mengarahkan pasukannya dari belakang. Seolah-olah, dia menjadi aktor di belakang layar yang mengatur semuanya.
Lalu, bagaimana mereka untuk mengarahkan binatang-binatang yang dipercayakan kepada mereka? Bagi penggembala domba cukup mudah karena domba-domba itu mengenal tuannya. Makanya tidak ditemukan kesulitan cukup berarti karena domba betina misalnya, dia ini cukup pemalu, tapi amat pandai dan memiliki kemampuan memori yang lebih tinggi dari domba jantan. Dengan demikian akan memudahkan dia untuk menangkap instruksi dari penggembalanya.
Di sisi lain, bagi penggembala bebek, tantangan terbesar darinya adalah menghadapi ocehan dan komentar-komentar dari kawanannya yang tidak pernah diam sejenak. Ketika dia mengarahkan tangan ke kiri, si kawanan pergi ke kanan; demikian juga ketika dia mengarahkan tangan ke kanan, si kawanan pergi ke arah sebaliknya. Tetapi begitulah dinamika kehidupan kawanannya yang penuh dengan keramaian dan kontradiksi.
Bacaan-bacaan Minggu Biasa XVI ini (Yer 23:1-6, Mzm 23 dan Mrk 6:30-34) semua mengarah pada semua model kepemimpinan. Figur yang disodorkan oleh Markus amat menarik. Pertama-tama sebagai figur Yesus yang mengayomi para pekerja pastoralnya. Yesus pertama-tama membaca dan menyentuh hati mereka yang menjadi perpanjangan tangan-Nya. Dia menciptakan sebuah komunio / persekutuan yang berpusat pada diri-Nya sendiri. Persekutuan ini melahirkan sebuah paguyuban dan berujung pada karya pastoral. Di sini kita menemukan satu figur kepemimpinan yang harmonis dimana ada keseimbangan antara pentingnya sebuah paguyuban, persekutuan dan kebersamaan bersama diantara Yesus dan pekerja pastoralnya, lalu di sisi lain, dari kehidupan di dalam paguyuban ini, Yesus mengirim mereka untuk pergi.
Apakah figur kepemimpinan yang disodorkan oleh Markus itu masih relevan hingga 2000 tahun sesudahnya? Para pastor tahu, bahwa mereka tidak dididik untuk menanggung beban semua kehidupan pastoral gereja. Tugas para pastor adalah menggembalakan domba, umat beriman, gereja dan mendampingi mereka untuk mengenal kekayaan rahmat, karisma dan pelayanan yang mereka miliki, dengan harapan agar mereka pun bisa bekerja sama, sesuai dengan kemampuannya, untuk kebaikan bersama. Misteri gereja adalah misteri integrasi timbal balik antara kaum awam, rohaniwan/wati dan imam. Di dalam gereja tidak ada warga kelas satu dan kelas dua. Kita semua adalah ranting-ranting yang tumbuh dan berkembang dari satu pokok anggur, yaitu Yesus sendiri. Posisi yang kita miliki sekarang adalah pengejawantahan dari rahmat dan karisma yang diberikan oleh Allah kepada kita.
Bacaan kitab Yeremia hari ini merupakan sebuah pukulan keras bagi para pemimpin, penggembala yang membawa kawanannya atau mereka yang dipercayakan kepadanya, kepada jalan yang menyimpang. Para gembala itu bisa jadi uskup, pastor, suster, orang tua, guru, pengurus DPP dan BGKP, pemimpin masyarakat, politikus, gubernur, dst.
Apakah memang benar, kepemimpinan dan istirahat itu memiliki makna yang seimbang? Bukankah kita kerap berpikir bahwa kita itu menjadi amat efektif kalau bekerja /istirahat, dan tidak produktif kalau diam saja? Kesan pertama adalah bahwa istirahat itu merupakan waktu bebas dari pekerjaan, atau sebuah waktu dimana tidak ada sesuatu yang wajib dikerjakan. Bisa jadi, waktu istirahat adalah waktu untuk liburan, santai. Pemahaman waktu istirahat ini sudah dimanipulasi dan teralienasi dari logika “bekerja” yang sesungguhnya.
Memang benar bahwa jati diri manusia pada dasarnya tercipta untuk bekerja, beristirahat, dan juga berdoa. Tetapi kalau kita melihat unsur masing-masing, semuanya ada dalam sebuah ketegangan, sebuah tarik ulur. Misalnya, antara kerja dan istirahat, antara berdoa dan bekerja, meluangkan waktu untuk keluarga, lingkungan dan tempat kerja, memberikan perhatian pada anak, pada teman, pada rekan kerja atau pada gereja. Tetapi jangan dilupakan bahwa dalam waktu tenang, istirahat dan hening, Tuhan menyatakan diri-Nya. Waktu ini bukanlah waktu pasif dan tidak berguna. Justru sebaliknya, ketika manusia itu pasif, Tuhanlah yang justru berinisiatif memberi petunjuk dan mengarahkan jalan hidup manusia.
Jadi bisa disimpulkan bahwa waktu istirahat ini adalah waktu yang amat efisien untuk kembali kepada akar; waktu amat efektif untuk masuk ke dalam lorong-lorong kehidupan diri kita sendiri dan menemukan pencerahan di dalam Kristus, Sang Gembala kita; waktu untuk memilah-milah dan mengenal hal mana yang merupakan kehendak Allah dan hal mana yang merupakan jebakan untuk lebih menjauhkan kita dari-Nya.
Saudaraku, marilah kita membentuk jiwa kepemimpinan kita seperti Yesus, Sang Gembala baik, dan beristirahat sejenak bersama Kristus dengan memberikan waktu bagi Dia untuk bersabda, sekaligus menelusuri lorong-lorong gelap dalam hati kita untuk mendapat pencerahan dari-Nya. Selamat berhari Minggu dan selamat menikmati liburan bersama keluarga. Tuhan memberkati.(Hd)