MAKNA RABU ABU - PANTANG DAN PUASA

( 02-03-2019 )

Tanggal 6 Maret 2019 merupakan hari Rabu Abu. Rabu Abu adalah pembukaan masa Pra-paskah, genap 40 hari sebelum Paskah, kalau  hari-hari Minggunya ada 6 tidak dihitung. Itulah istilah yang kerap dipakai untuk menyebut '40 hari menjelang hari raya Paskah'. 
Abu diambil dari pembakaran daun-daun palma dari tahun sebelumnya. Sesudah diberkati, dioleskan pada dahi orang dengan mengucapkan:
"Ingatlah,
bahwa kita ini abu dan
akan kembali menjadi abu lagi"
atau
"Bertobatlah dan percayalah pada Injil!"
Jaman dahulu kala, orang yang menjalani tobat umum, ditaburi abu dan berpakaian tapa, sampai hari Paskah. (Heuken SJ, Ency. Ger. IV, p.81)
Rabu Abu sekaligus menurut adat gerejani merupakan hari wajib pantang dan puasa.
Selama masa pantang dan puasa, kita ingin meningkatkan diri dalam segala bidang kehidupan sebagai murid Yesus. Secara umum berarti menolak dan menyingkiri dosa, secara khusus meningkatkan keutamaan hidup kristiani. 
Isi perjalanan pantang dan puasa adalah tobat. Sesuai dengan  Kitab Hukum Kanonik (KHK), ada hari-hari tobat untuk mendekatkan diri kepada Allah bagi seluruh umat Katolik, sebagaimana tertera dalam Kanon 1249, 1250, 1251 dan 1252.
Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja menetapkan banyak aturan pantang dan puasa, yang kini sudah sangat disederhanakan. Aturan pantang dan puasa secara yuridis sebagai berikut:
-pantang: mengendalikan kesenangan, misalnya: mengendalikan kesenangan makan daging, ikan, jajan dan merokok.
-puasa: mengurangi makan, artinya makan kenyang satu kali saja dalam waktu 24 jam (1X makan kenyang, 2X dikurangi). Minum air boleh.
Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani dosa bila melanggarnya.

Hari wajib pantang dan puasa adalah Rabu Abu dan Jumat Suci untuk semua orang Katolik yang telah berusia 18 tahun sampai 59 tahun. Orang lanjut usia dan anak-anak, orang sakit, ibu yang hamil, orang yang sedang mengadakan perjalanan jauh dan pekerja berat dikecualikan dari puasa.
Hari pantang adalah Rabu Abu dan tujuh Jumat selama masa Prapaskah sampai dengan Jumat Suci untuk semua orang Katolik yang sudah berusia genap 14 tahun ke atas. 
Setiap orang boleh menentukan sendiri apa yang tidak akan ia gunakan selama masa puasa, semisal rokok, manisan, garam, daging, kue, hiburan, dsb. Sehingga maksud batin menjadi nyata dan nampak kesungguhannya.
Segi berpantang dan berpuasa yang terpenting adalah bahwa jiwa harus melepaskan diri dari hal-hal yg tidak baik untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk itu ada tiga jalan, yaitu jalan penyucian (purigativa), jalan penerangan (iluminativa), dan jalan penyatuan (unitiva).
Maka, berpantang dan berpuasa secara manusiawi -tubuh dan jiwa- manusia dapat membangun pribadi yang selaras, seimbang yakni penguasaan diri. Penguasaan diri harus disertai dengan penghargaan yang positif, bersikap dan ber-tingkah laku adil terhadap ciptaan Allah, mengarah-kan perhatian, solidaritas kepada sesama dan kesetia-kawanan sosial dengan memberi derma. Itulah sebabnya, pantang dan puasa Kristiani selalu bersatu dengan derma dan doa. Umat dapat memberikan derma sebagai 'hasil' dari pantang dan puasa lewat amplop APP.
Saudaraku, marilah selama masa Pra-paskah ini kita berupaya memaknai pantang dan puasa agar kita sebagai insan kristiani layak merayakan Paskah tak cuma di bumi ini, tetapi juga Paskah abadi bersama Bapa di surga.  (Hd.)