“BERTOLAKLAH ke TEMPAT yang LEBIH DALAM dan TEBARKANLAH JALAMU”

( 09-02-2019 )

 

Kisah Yesus bersama Petrus dan kawan kawan di Danau Genesaret mengundang kita untuk merenungkan tentang kerendahan hati untuk menjadi taat, keberanian untuk mengatasi keterbatasan diri dan kerelaan untuk berbagi berkat dengan sesama.

1.      Kerendahan hati untuk menjadi taat

Ketaatan Petrus kepada perintah Yesus untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam membutuhkan kerendahan hati yang luar biasa. Petrua adalah seorang nelayan yang setiap hari berkarya di danau dengan perahu, jala, ikan dan musim-musimnya. Dia sangat mengenal betul kapan saat yang tepat untuk menangkap ikan. Ketika Petrus dan kawan kawannya sepanjang malam (malam: waktu yang tepat untuk menangkap ikan) tidak mendapatkan ikan, justru Yesus mengajak mereka untuk menebarkan jala di waktu yang kurang tepat untuk menangkap ikan.  Sebagai nelayan, Petrus merasa lebih tahu dunia nelayan daripada Yesus yang adalah anak seorang tukang kayu. Tetapi bagi Petrus, yang ada dihadapannya pada waktu itu bukanlah sembarang anak tukang kayu, Ia sekaligus adalah Anak Allah, Guru dan Tuhan yang telah mengadakan berbagai mujizat kesembuhan, mengusir roh jahat, yang ajaran-Nya mengandung kuasa. Oleh karena itu Petrus mengatakan “Tetapi karena perintah-Mu, aku akan menebarkan jala juga”. Petrus meletakkan segala kemampuan dan pertimbangannya untuk menjala ikan di danau dan menggantikannya dengan sebuah kerendahan hati untuk taat pada perkataan Yesus.  Ketika Petrus taat, ia mendapat pengalaman yang merubah seluruh perjalanan hidupnya. Dari seseorang yang hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri guna mencari untung hanya bagi dirinya sendiri, menjadi seseorang yang kini mau bekerjasama dengan Tuhan bagi tugas, karya dan perutusan Tuhan. Orientasi hidupnya kini bukan lagi keuntungan diri, melainkan Kerajaan Allah. Kerendahan hati dan ketaatan Petrus pada kehendak Tuhan menjadikan hidupnya berkat bagi sesama.

 

2.      Keberanian untuk mengatasi keterbatasan diri

Perintah Yesus untuk bertolak ke tempat yang dalam dan tebarkan jala, memberi kesan bahwa masih ada cara lain untuk mendapat ikan. Tempat yang “dalam” di dalam kehidupan kita sehari-hari dapat dipahami sebagai tempat yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian, tetapi juga mengandung peluang.  Banyak orang yang tidak mau melangkah ke tempat yang dalam karena rasa enggan meninggalkan zona nyaman yang ada pada dirinya. Zona nyaman seringkali membuat manusia tidak mudah untuk mengatasi keterbatasan dirinya. Manusia memerlukan keberanian dan memiliki pengharapan agar dapat meninggalkan zona nyamannya. Bersama dengan perintah Yesus bertolak ke tempat yang dalam, manusia diajak untuk meletakkan pengharapan hidupnya bukan pada zona nyamannya, tetapi meletakkannya pada perintah Tuhan. Dan ketika manusia berani keluar  dari zona nyaman yang membatasi hidupnya, manusia dapat mengalami anugerah yang di luar pertimbangannya.  Pengalaman Petrus  bersama teman-temannya membuktikan bahwa penyertaan Tuhan itu nyata. Penyertaan Tuhan berlaku melebihi pemikiran manusia dan dapat  melampaui keterbatasan diri dan kegagalan yang telah dihadapi.

 

3.      Kerelaan untuk berbagi berkat dengan sesama.

Setelah Petrus mengikuti perintah Yesus dan menebarkan jalannya, mereka memperoleh ikan dalam jumlah yang banyak.  Jala mereka akan koyak bila mereka memilih untuk memuat seluruh ikan hasil tangkapannya seorang diri. Perahu Petrus pun akan tenggelam bila seluruh hasil tangkapannya dimuat ke dalam perahu satu-satunya yang menjadi miliknya. Sebab itu Petrus memanggil kawan-kawannya yang lain untuk membantunya. Bahkan dua perahu pun rasanya masih kurang, karena diceritakan kedua perahu itu penuh dengan ikan sehingga hampir tenggelam.

 

Ketika Tuhan menganugerahkan kelimpahan berkat dalam hidup manusia, manusia diajak untuk bergabi dengan sesamanya. Bakan hanya disimpan untuk kepentingan sendiri. Sebab bila demikian, maka “jala” kita akan koyak dan “perahu” kita pun akan tenggelam. “Jala” dan “perahu” di sini menggambarkan daya tampung yang dimiliki manusia atas berkat Tuhan.

Sebagai contoh: Kalau di rumah kita terdapat banyak makanan, sementara penghuni rumah hanya segelintir orang, alangkah baik bila makanan itu dibagi-bagikan kepada anggota keluarga yang lain, kerabat, kenalan, sahabat, teman atau tetangga dekat. Karena perut kita tidak akan sanggup menampung makanan dalam jumlah yang sedemikian besar. Perut kita masing-masing memiliki daya tampungnya sendiri. Bila makanan dibiarkan sampai esok hari, kemungkinan besar makanan itu sudah tidak enak lagi rasanya, bahkan basi.

Demikian pula halnya dengan berkat Tuhan. Ketika kita bersedia berbagi berkat Tuhan kepada orang lain, kita tidak akan pernah kekurangan sukacita. Sebaliknya, hati kita akan semakin berlimpah dengan syukur sebab orang-orang lain pun turut merasakan berkat yang kita terima dari Tuhan. Akibat dari tindakan berbagi ini, kerapkali orang melihat kebaikan Tuhan yang mereka terima melalui diri kita sebagai pengikut Kristus.

RP. Agustisnus Dodik Ristanto, CM