HIDUP ANAK YANG DIKASIHI BAPA

( 27-04-2015 )

Injil tentang “Bapa yang baik hati” atau lebih dikenal dengan judul  “Anak yang hilang” seringkali dimengerti dengan pesan utama tentang orang berdosa yang perlu bertobat dan akan disongsong oleh Tuhan, Bapa yang baik. Namun jika demikian pesan utama injil ini kurang ditangkap. Kisah yang indah dan menyentuh ini dimaksudkan Yesus untuk menjawab pertanyaan ahli Taurat dan orang Farisi yang bersungut-sungut karena kedekatan Yesus dengan orang berdosa (Luk 15:1-2).

Kebanyakan kita yang mendengarkan atau membaca injil ini mungkin bukan orang berdosa seperti anak bungsu itu, namun orang saleh seperti orang Farisi dan ahli Taurat atau anak sulung itu. Kita rajin ke gereja, telah lama menjadi katolik, giat melayani dalam liturgi, katekese atau karya Gereja yang lain. Ini semua sangat baik. Masalahnya: apakah kita merasakan kasih Bapa dalam hidup dan pelayanan kita? Masalah ini perlu sungguh kita renungkan karena dapat membangun sikap seperti anak sulung itu: kita merasa sebagai orang upahan yang setia dan karena itu berhak atas hadiah Bapa, dan iri karena anak bungsu yang sudah murtad tapi malah dipestakan kembalinya oleh Bapa. 

Tanggapan Bapa atas sikap anak sulung ini sungguh patut kita resapkan: “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu”. Apakah kita merasakan sukacita bersama Bapa dalam hidup dan kegiatan kita menggereja atau dalam hidup sehari-hari? Jika tidak maka kita akan bersikap keras kepada orang berdosa, karena sebenarnya kita “iri hati” dengan kebebasan mereka, karena sebenarnya kita merasa terbelenggu oleh kehidupan bersama Tuhan dan pelayanan kita. 

Hanya bila kita merasakan sukacita hidup bersama Tuhan dalam hidup dan pelayanan kita, maka kita akan ikut berbelaskasih bersama Bapa kepada orang berdosa. Kita akan mengajak mereka ikut merasakan betapa bahagia hidup bersama Bapa dan melayani bersama Yesus. Sukacita dalam hidup dan pelayanan kita akan terpancar lewat sikap kita, sehingga banyak orang tertarik untuk ikut hidup bersama Bapa dan melayani bersama Putra. Jika ini sungguh kita hayati, maka Gereja tak kan pernah sulit menemukan orang yang mau ikut melayani dalam lingkungan, wilayah, seksi, ataupun paroki. (sad budi cm)