MENANTI DALAM SUKACITA

( 16-12-2018 )


Para pembaca yang budiman, minggu ini kita memasuki minggu adven yang ketiga. Minggu adven yang disebut juga Minggu GAUDETE  atau BERSUKACITALAH.  Istilah ini tentu bukan tanpa maksud. Istilah ini bermaksud mengajak kita untuk menyambut kedatangan Tuhan dengan SUKACITA. Pertanyaanya ialah “Bagaimana menyambut kedatangan Tuhan dengan SUKACITA?”.
    Tidak dapat dipungkiri bahwa hidup dan pengalaman kita tidak semuanya berjalan sesuai dengan yang kita inginkan. Bisa jadi kita baru saja mengalami hal yang berat. Pengalaman yang membuat kita “jatuh”. Pengalaman yang membuat kita merasakan bahwa hidup ini sungguh pilu. Kalau ada pilihan untuk pergi dari hidup ini, mungkin kita akan mengambil pilihan tersebut. Namun apakah itu jalan yang terbaik? Apakah tepat bila kita ingin lari dari kehidupan ini?
    Bacaan-bacaan yang kita baca dan dengar dalam minggu ini mengandung sebuah pengharapan. Pengharapan akan suatu kebaikan yang akan kita terima. Kebaikan yang tidak lain adalah “Tuhan Allahmu ada di tengah-tengahmu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bersukaria karena engkau, ia membarui engkau dalam kasih-Nya, dan Ia bersorak-gembira karena engkau” (lih. Zef 3:17). Kebaikan yang adalah harapan bagi semua manusia.
    Pengharapan di ataslah yang harus kita miliki, mengapa? Karena manusia terlalu lama hidup dalam pikirannya masing-masing. Kita terlalu lama tenggelam dalam pemikiran untung-rugi, baik-benar, pantas-tidak pantas. Pemikiran-pemikiran yang hanya sebatas materi. Pemikiran-pemikiran yang membuat kita hanya mengukur kebaikan, kebahagiaan hanya sebatas banyak uang, dikelilingi oleh banyak orang, memiliki banyak followes, dilihat dan dinilai penting oleh orang lain. Sehingga tanpa uang, followers, penilaian orang ,dsb kita merasa berat. Kita menilai hidup terasa hampa.
    Orang yang memiliki pengharapan adalah orang yang mampu melihat kebahagiaan tanpa perlu banyak uang. Orang yang memiliki pengharapan adalah orang yang mampu bahagia sekalipun sedikit followers. Orang yang memiliki pengharapan adalah orang yang mampu bahagia sekalipun tidak dianggap oleh orang lain. Orang yang memiliki harapan adalah orang yang selalu bahagia sekalipun menderita, mengapa? Karena mereka tahu dan sadar akan iman mereka. iman yang menuntun mereka pada suatu kebahagiaan yang abadi. Kebahagiaan yang tidak sekedar materi.
    Lalu bagaimana kita dapat menjadi manusia yang memiliki pengharapan? Injil secara jelas melalui perintah Yohanes menunjukkan apa yang harus kita lakukan agar pengharapan itu ada pada kita. Pertama, kita harus mampu berbagi khususnya bagi saudara kita yang membutuhkan. Berbagi tak hanya materi, tapi juga perhatian serta kasih. Kedua, kita tidak menggunakan “kekuasaan” secara semena-mena. Kita harus mampu menyadari kebutuhan orang lain juga. Ketiga, kita mampu mengatakan cukup pada kebutuhan dan keinginan kita. Hal ini sejalan dengan kebutuhan manusia yang tidak pernah ada habisnya.
    Setelah kita mampu melaksanakan ketiga hal di atas niscaya kita akan menjadi manusia yang memiliki pengharapan. Pengharapan akan Ia yang akan memenuhi segala kebutuhan kita. Akan Ia yang akan membebaskan kita dari segala kesusahan. Akan Ia yang datang untuk menyelamatkan kita. Ia yang akan memberikan kita sukacita abadi.
    Sehingga natal dapat kita rayakan dengan iman yang dewasa. Iman yang tidak hanya merayakan natal hanya sebatas hari raya biasa. Namun iman yang benar-benar menampilkan sukacita karena Kristus yang hadir dan meraja atas hidup, karya dan pelayanan kita. Tuhan Memberkati kita semua. (AP)