MENJADI MANUSIA YANG OTENTIK

( 25-11-2018 )



Salah satu ketakutan mendasar dalam hidup manusia ialah takut menjadi tak bermakna (berharga). Orang sibuk mencari kebermaknaan hidupnya bagi sesama. Orang sibuk untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya berharga; bahwa dirinya pantas untuk dicintai.

Dan apa yang terjadi dari ketakutan akan hal ini? Orang pada akhirnya berusaha menjadi apa yang orang lain suka. Orang berusaha menutupi segala kelemahan dirinya dengan tampil sesempurna mungkin di hadapan setiap orang. Orang berusaha disenangi oleh setiap orang yang ia jumpai. Namun apa yang terjadi? Semuanya gagal! Karena tak ada manusia di dunia ini yang bisa menyenangkan setiap orang. Tidak ada dan tidak akan pernah ada!

Di sisi lain, kita pun kemudian menjadi kian sadar bahwa ternyata kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang sungguh sangat melelahkan. Kita tak bisa menjadi diri kita sendiri. Kita dihantui oleh perasaan penolakan dari orang yang kita jumpai. Kita dikungkung oleh aneka pikiran atau perasaan yang kita ciptakan sendiri (yang belum tentu benar seutuhnya). Akhirnya, kita pun merasa hidup ini begitu berat. Allah seakan-akan tak pernah mampir dalam kehidupan kita, bahkan untuk sekedar ngobrol dan minum kopi bersama kita.

Itulah kehidupan yang tak otentik. Kehidupan yang mendahulukan tampilan luar, tanpa memperhatikan kesejatian diri sendiri. Bentuk kehidupan yang membuat orang sibuk menjadi yang orang lain suka ketimbang menjadi diri sendiri; yang membuat orang sibuk mengumpulkan like dari orang lain dengan berpura-pura bahagia dalam media sosial (sekalipun sedang merasa tertekan), ketimbang tampil apa adanya dan memancarkan kebahagiaan yang asli dari diri sendiri.

Sebenarnya kritik demikianlah yang diberikan Tuhan Yesus kepada ahli-ahli Taurat, sebagaimana kita dengarkan dalam bacaan Injil hari ini. Tuhan Yesus mengkritik cara hidup para ahli Taurat yang tidak otentik; yang berlagak suci demi mendapatkan pengakuan bahwa dirinya berharga. Dan apa yang kemudian dilakukan oleh Tuhan Yesus? Tuhan Yesus mengingatkan setiap orang bahwa bentuk kehidupan semacam ini tidak akan pernah membawa orang kepada kebahagiaan. Karena mereka tidak mencari kehendak Allah dalam hidupnya. Yang mereka cari adalah pengakuan diri. Alhasil, orang demikian ini tak akan pernah dengan mudah bisa merasakan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. (ykc).